3 Okt, 2025
struktur-lapisan-tanah

Daftar isi:

  1. Pendahuluan
  2. Jenis dan Klasifikasi Tanah
  3. Investigasi Geoteknik untuk Penentuan Struktur Lapisan Tanah
  4. Struktur Tanah dan Pengaruhnya terhadap Pondasi
  5. Daya Dukung Tanah dan Stabilitas Geoteknik
  6. Peran Geogrid dalam Stabilisasi Tanah dan Pengendalian Erosi
  7. Kesimpulan
  1. Pendahuluan

Struktur lapisan tanah adalah elemen krusial dalam ilmu geoteknik yang mendasari setiap proyek konstruksi. Pemahaman yang komprehensif mengenai jenis, sifat fisis, dan mekanis tanah sangat penting untuk menjamin keamanan, stabilitas, dan efektivitas biaya struktur yang dibangun di atasnya. Daya dukung tanah (bearing capacity) merupakan prinsip dasar geoteknik yang menentukan kemampuan tanah dalam menahan beban tanpa mengalami kegagalan geser (shear failure) atau penurunan (settlement) yang berlebihan.

Artikel ini akan menggali lebih dalam mengenai klasifikasi dan karakteristik utama jenis-jenis tanah, menguraikan metode penyelidikan yang digunakan untuk memprofilkan struktur lapisan tanah, dan membahas bagaimana penentuan struktur tanah tersebut memengaruhi pemilihan jenis pondasi. Akhirnya, akan dibahas peran teknologi stabilisasi modern, khususnya geogrid, dalam meningkatkan stabilitas dan bagaimana peningkatan stabilitas geoteknik ini mendukung upaya pencegahan kegagalan tanah dan erosi.

  1. Jenis dan Klasifikasi Tanah
struktur-lapisan-tanah-multibangun

Dalam geoteknik, tanah secara umum dibagi menjadi dua golongan besar: tanah berbutir kasar (granular) dan tanah berbutir halus (cohesive). Pembagian ini didasarkan pada ukuran butiran, dan untuk tanah berbutir halus, perilaku dan klasifikasinya ditentukan melalui uji batas-batas Atterberg.

  1.  Tanah Berbutir Kasar (Tanah Tidak Berkohesi)

Kelompok ini disebut juga bahan granular dan terdiri atas kerikil dan/atau pasir. Perilaku tanah berbutir kasar berhubungan erat dengan ukuran butiran, sehingga ukuran butiran menjadi syarat utama untuk menilai dan mengklasifikasi tanah ini.

Kerikil dan Pasir: Kelompok ini terdiri dari pecahan batu-batuan dengan bentuk dan ukuran yang beraneka ragam. Pasir dapat berupa pasir seragam (butiran yang seukuran) atau bagian dari tanah bergradasi baik yang mengandung bahan dari ukuran batu-batuan hingga pasir. Dalam tanah berbutir kasar seperti pasir dan kerikil, permeabilitasnya yang tinggi memungkinkan tegangan efektif meningkat segera setelah beban diterapkan. Oleh karena itu, penurunan (settlement) biasanya menjadi masalah desain yang lebih utama daripada daya dukung ultimit.

  1. Tanah Berbutir Halus (Tanah Berkohesi)

Kelompok ini terdiri atas lanau dan/atau lempung. Pada tanah berbutir halus, perilaku tanah tidak lagi memiliki hubungan langsung dengan ukuran butiran.

  1. Lempung (Clay): Lempung terdiri atas butiran yang sangat kecil, dengan ukuran butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Lempung memiliki sifat fundamental yang tidak dimiliki pasir dan kerikil, yaitu kohesi (butiran-butirannya saling menempel) dan plastisitas (sifat yang memungkinkan tanah dapat berubah bentuk tanpa mengubah volume dan tidak menyebabkan retak atau pecah). Lempung yang jenuh rentan terhadap kegagalan daya dukung dalam jangka pendek karena tekanan air pori yang tidak dapat dimampatkan akan mendukung beban yang diterapkan, dan permeabilitasnya yang rendah membuat disipasi tekanan air pori berlebih dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Tanah lempung merupakan tanah kohesif yang mempunyai sifat lekatan antar butir-butirnya dan mengandung lempung yang cukup banyak.
  2. Lanau (Silt): Lanau adalah bahan peralihan antara lempung dan pasir, dengan ukuran butiran antara 0,002 mm sampai 0,06 mm. Lanau kurang plastis dibandingkan lempung dan memiliki permeabilitas yang lebih tinggi. Lanau juga menunjukkan sifat khusus seperti quick behavior (cenderung menjadi cair ketika digetarkan) dan dilantansi (kecenderungan mengalami penambahan volume ketika berubah bentuk). Dalam kondisi alam, tanah jenis lanau biasanya ditemukan dalam kondisi kurang padat, sehingga dapat terjadi penurunan yang besar jika dijadikan tempat perletakan pondasi.
  1. Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem Klasifikasi Tanah adalah penggolongan sistematis dari jenis-jenis tanah yang memiliki sifat-sifat yang sama ke dalam kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Klasifikasi ini penting untuk memberikan informasi mengenai karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah.

  1. Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Classification System): Sistem ini membagi tanah menjadi tiga kelompok: tanah berbutir kasar (kurang dari 50% lolos saringan No. 200), tanah berbutir halus (lebih dari 50% lolos saringan No. 200), dan tanah organik. USCS mengklasifikasikan tanah berdasarkan ukuran butir dan plastisitas, menggunakan notasi seperti Well Graded (W), Poorly Graded (P), Low Plasticity (L, LL < 50), dan High Plasticity (H, LL > 50).
  2. Sistem AASHTO (American Association of State Highway and Transporting Official): Sistem ini mengklasifikasikan tanah terutama untuk keperluan konstruksi jalan. Pengklasifikasiannya didasarkan pada kriteria ukuran butir dan batas cair/plastisitas, dan membedakan tanah ke dalam delapan kelompok (A-1 sampai A-8), meskipun A-8 (tanah organik) sering diabaikan karena sifatnya yang tidak stabil sebagai bahan lapisan struktur jalan raya.
  1. Investigasi Geoteknik untuk Penentuan Struktur Lapisan Tanah

Penyelidikan geoteknik, yang melibatkan investigasi lapangan dan laboratorium, bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi pelapisan (stratifikasi) dan parameter tanah yang diperlukan untuk desain yang aman dan ekonomis.

  1. Penyelidikan Lapangan

Penyelidikan lapangan utama meliputi Sondir (CPT), Pemboran Teknik, dan SPT. Kedalaman titik bor untuk penyelidikan pondasi jembatan minimal 40 m, dan harus ditambah jika tanah keras belum ditemukan.

  1. Uji Penetrasi Standar (SPT): Uji SPT adalah metode di lapangan yang melibatkan pemancangan Split Spoon Sampler ke dasar lubang bor. Prinsipnya adalah memukul tabung standar sedalam 450 mm menggunakan palu 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Nilai N-SPT dihitung dari jumlah pukulan untuk penetrasi sedalam 300 mm terakhir. Tanah dianggap keras jika nilai SPT di atas 50 pukulan/30 cm sebanyak 3 kali berturut-turut. SPT adalah salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menilai daya dukung tanah.
  2. Sondir (Cone Penetrometer Test, CPT): Uji ini bertujuan untuk mengetahui profil atau pelapisan (stratifikasi) tanah dan daya dukungnya dari kombinasi hasil pembacaan tahanan ujung dan gesekan selimut. Sondir elektrik juga mengukur tekanan air pori. 
  3. Pengambilan Sampel Tanah Tak Terganggu (UDS): Sampel UDS harus diambil dengan menggunakan tabung agar kondisinya masih menunjukkan sifat asli tanah (tidak mengalami perubahan struktur, kadar air, dan susunan kimia secara signifikan). UDS umumnya dilakukan pada setiap lubang bor teknik dengan interval 5,0 m dan akan digunakan untuk uji laboratorium guna mengetahui sifat-sifat teknik tanah, seperti kekuatan dan karakteristik deformasi. Tabung dinding tipis (thin-walled sampler) biasanya digunakan untuk mendapatkan contoh tanah kohesif yang relatif tidak terganggu.
  1.  Penyelidikan Laboratorium

Uji laboratorium memberikan parameter fisik dan mekanik tanah yang krusial.

  1. Index Properties: Meliputi Kadar Air, Berat Jenis, Berat Isi, Analisis Ukuran Butiran (Uji Saringan dan Hidrometer), dan Batas-batas Atterberg (LL, PL, SL, PI). Batas-batas Atterberg digunakan untuk klasifikasi tanah berbutir halus.
  2. Uji Kuat Geser Tanah: Meliputi Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression) untuk menentukan kuat geser $C_u$, Uji Triaksial (UU, CU, CD), dan Uji Geser Langsung (Direct Shear).
  3. Uji Kompresibilitas: Uji Konsolidasi (Odometer Test) bertujuan untuk menentukan sifat kemampatan tanah dan karakteristik konsolidasinya, seperti koefisien kemampatan volume dan indeks kompresi. Penurunan total fondasi adalah jumlah dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.
  1. Struktur Tanah dan Pengaruhnya terhadap Pondasi

Pondasi adalah struktur bawah yang meneruskan beban dari struktur atas (upper structure) ke lapisan tanah di bawahnya. Pondasi dibagi menjadi pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation).

  1. Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal, seperti pondasi telapak (spread footing), menyalurkan beban ke lapisan tanah yang terletak di permukaan dangkal. Pondasi telapak sebar merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena dianggap lebih ekonomis.

Pondasi Rakit (Mat Foundation): Pondasi rakit adalah telapak yang lebar dan besar, biasanya mencakup keseluruhan dasar struktur. Pondasi rakit digunakan ketika lapisan tanah memiliki daya dukung yang rendah, karena mengombinasikan semua pondasi telapak individual ke dalam satu rakit yang lebar dapat meningkatkan daya dukung.

Kondisi yang mempertimbangkan pemakaian pondasi rakit meliputi:

  • Beban struktural sangat besar atau kondisi tanah buruk, di mana pondasi rakit lebih ekonomis jika pondasi telapak sebar menutupi lebih dari 50% alas struktur.
  • Lapisan tanah cenderung mengakibatkan penurunan diferensial yang berlebihan; kontinuitas dan kekuatan lentur rakit dapat menyelesaikan masalah ini.
  • Beban lateral tidak terdistribusi secara seragam melalui struktur, yang dapat menyebabkan pergerakan horizontal yang berbeda pada pondasi telapak sebar.
  • Pondasi rakit yang berat dan monolitik membantu menahan beban uplift dan mempermudah waterproofing ketika dasar struktur berlokasi di bawah muka air tanah.

Pondasi rakit diklasifikasikan berdasarkan strukturnya, termasuk Flat plate (pelat tebal seragam), Beam and slab (untuk bangunan berat di mana kekakuan adalah persyaratan utama), dan Slab with basement walls as part of the mat (dinding basemen berfungsi sebagai pengaku, mengurangi defleksi dan penurunan).

  1. Pondasi Dalam

Pondasi dalam menyalurkan sebagian atau seluruh beban ke lapisan tanah yang berada jauh di bawah permukaan, di mana tanah biasanya lebih kuat. Pondasi dalam meliputi pondasi tiang (pile), pondasi tiang bor (drilled shaft), dan jenis lainnya.

  • Pondasi Tiang (Pile): Tiang precast atau prefabricated yang dipancang ke dalam tanah. Pemancangan tiang pada tanah granular dapat menambah kepadatan tanah, yang meningkatkan kapasitas dukung.
  • Pondasi Tiang Bor (Drilled Shaft): Pondasi yang dibuat di lapangan (cast-in-place) dengan cara mengebor tanah, memasukkan tulangan, dan mengisi dengan beton. Pengeboran pada tanah granuler atau kohesif akan menyebabkan tanah terganggu kepadatannya atau menjadi longgar, yang berakibat pada berkurangnya tahanan ujung tiang. Pondasi tiang Strauss termasuk dalam kelompok pondasi tiang bor tetapi menggunakan peralatan yang lebih sederhana.
  1. Kriteria Pemilihan Pondasi Berdasarkan Struktur Tanah

Pemilihan pondasi sangat bergantung pada profil dan karakteristik tanah.

Jenis TanahPermasalahan KritisJenis Pondasi yang Disarankan
Pasir (Tanah Granular)Penurunan yang tidak seragam.Pondasi dalam, seperti tiang pancang atau bor pile.
Lempung (Tanah Kohesif)Mudah jenuh air; perencanaan sulit.Pondasi tiang pancang, bored pile, jacking pile, atau strauss pile.
Lanau (Peralihan)Kurang padat, berpotensi penurunan besar.Pondasi dalam, seperti tiang pancang, sumuran, atau bore pile.
Tanah TimbunanKapasitas dukung harus diperiksa dan dipadatkan.Bored pile, pancang, cerucuk, spoon pile, atau strauss pile.
BatuanUmumnya aman, kecuali batuan berkapur/berlubang.Tidak perlu dikhawatirkan, kecuali perlu diperhitungkan stabilitasnya.
  1. Daya Dukung Tanah dan Stabilitas Geoteknik

Daya Dukung Ultimit adalah tekanan vertikal maksimum yang dapat diterapkan sebelum mekanisme kegagalan geser berkembang. Daya Dukung Izin (Allowable Bearing Capacity) adalah jumlah beban yang dapat ditanggung tanpa mengalami kegagalan geser atau melebihi penurunan yang diizinkan. Daya dukung izin dihitung dengan membagi daya dukung ultimit dengan Faktor Keamanan.

Stabilitas bangunan, terutama yang menggunakan pondasi rakit, sangat rentan terhadap guling (overturning) dan kegagalan geser (sliding failure) akibat gaya lateral seperti gempa dan angin.

  • Stabilitas Guling: Diperoleh dari berat sendiri bangunan dan struktur basemen (momen penahan guling). Bangunan stabil jika momen penahan lebih besar dari momen penyebab guling.
  • Stabilitas Geser: Diperkirakan menggunakan Faktor Keamanan, yang merupakan rasio antara gaya horizontal penahan geser dan gaya horizontal penyebab geser. dihitung berdasarkan kohesi, luas area geser, sudut gesek tanah, dan beban vertikal efektif. 
  1. Peran Geogrid dalam Stabilisasi Tanah dan Pengendalian Erosi

struktur-lapisan-tanah-multibangun-1

Apabila daya dukung tanah tidak mencukupi, beban dapat disebar di area yang lebih luas, atau tanah dapat diperbaiki. Dalam kasus platform granular di atas subgrade yang lebih lemah (masalah daya dukung dua lapis), kinerja dapat ditingkatkan secara signifikan melalui stabilisasi mekanis menggunakan geogrid Tensar.

  1. Geogrid untuk Peningkatan Kapasitas Dukung dan Stabilitas

Geogrid digunakan dalam rekayasa geoteknik untuk menstabilkan tanah dasar dan perkerasan. Aplikasi geogrid yang juga penting adalah dalam desain dinding penahan tanah dengan pilihan 3 jenis

  1. Aplikasi Vmax dalam upaya pencegahan erosi

Proteksi terhadap erosi merupakan hal penting karena erosi adalah proses alami yang dapat merusak tanah, lingkungan, dan infrastruktur. Untuk menghadapi erosi, perlu dilakukan pengelolaan tanah yang baik terutama terhadap lereng, oleh karena itu dibutuhkan Tensar V-max.

Produk Tensar® VMax® akan memberikan penguatan vegetatif permanen, membuat  area terlihat alami dan hijau tetapi bertahan dalam kejadian banjir sampai penuh sampai ke tepian sungai.

  1. Kesimpulan

Disiplin ilmu geoteknik mengharuskan identifikasi yang cermat terhadap jenis dan struktur tanah—mulai dari membedakan antara tanah berbutir kasar (pasir, kerikil) dengan tanah berbutir halus (lanau, lempung). Penyelidikan lapangan (SPT, Sondir) dan laboratorium (Uji Triaksial, Konsolidasi) sangat penting untuk menentukan parameter kunci yang mendasari pemilihan pondasi, baik pondasi dangkal (seperti pondasi rakit) maupun pondasi dalam (tiang pancang, tiang bor). Dalam upaya stabilisasi tanah serta control erosi, Multibangun ahlinya.

Dalam menghadapi tanah dengan daya dukung rendah, penggunaan geogrid merupakan solusi stabilisasi mekanis yang teruji, khususnya dalam mengatasi masalah daya dukung dua lapis dan meningkatkan kinerja lapisan granular. Peningkatan stabilitas geoteknik yang dihasilkan oleh geogrid pada lereng dan dinding penahan tanah secara fundamental meningkatkan ketahanan terhadap kegagalan geser dan longsor, yang merupakan elemen krusial dalam pengendalian erosi dan perlindungan terhadap kegagalan akibat air, seperti scouring pondasi jembatan.

Share:

Berita Lainnya

Berita Terbaru Lainnya

Memahami Pentingnya Monitoring Lereng Tambang dengan Teknologi InSAR
29 Okt, 2025

Memahami Pentingnya Monitoring Lereng Tambang dengan Teknologi InSAR

Daftar isi: Halo Sobat Multibangun,Dalam dunia pertambangan, kestabilan lereng bukan hanya aspek teknis semata, melainkan elemen vital dalam menjaga keselamatan pekerja dan kelangsungan operasi. Banyak kejadian longsor di area tambang terbuka menyebabkan kerugian besar, baik dari sisi ekonomi maupun kemanusiaan. Monitoring lereng secara berkala dan akurat menjadi strategi penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. […]

Oil Drilling di Indonesia: Proses, Tantangan, dan Solusi Modern dari Perspektif Geosintetik
28 Okt, 2025

Oil Drilling di Indonesia: Proses, Tantangan, dan Solusi Modern dari Perspektif Geosintetik

Daftar isi: Halo sobat multibangun. Dalam upaya menjaga ketahanan energi nasional, Indonesia masih sangat bergantung pada sumber daya minyak bumi. Walaupun tren global bergerak menuju energi terbarukan, minyak bumi tetap menjadi komponen utama dalam berbagai industri, transportasi, dan kegiatan ekonomi. Proses pengeboran minyak atau oil drilling tidak hanya membutuhkan teknologi tinggi, tetapi juga menghadapi tantangan […]

Geotextile untuk Jalan Tambang di Indonesia: Solusi Cerdas Sobat Multibangun
28 Okt, 2025

Geotextile untuk Jalan Tambang di Indonesia: Solusi Cerdas Sobat Multibangun

Daftar isi: Sobat Multibangun, membangun jalan tambang di Indonesia bukan perkara mudah. Karakteristik geografis kita yang penuh dengan tanah lunak, curah hujan tinggi, serta lokasi tambang yang umumnya terpencil menjadikan konstruksi jalan tambang sebagai tantangan tersendiri. Jalan ini harus mampu menahan beban berat dari alat tambang seperti dump truck dan excavator, serta tahan terhadap cuaca […]